2 Okt 2007

Aidit dan G30S

Aidit dan G30S
Oleh Iwan Gardono Sujatmiko

Peristiwa G30S yang telah terjadi lebih dari 40 tahun lalu masih
menarik dianalisis. Peristiwa tersebut dapat dilihat dari perspektif
makro sebagai pembunuhan anggota PKI, penghancuran organisasi PKI,
kudeta dan perebutan kekuasaan, revolusi sosial yang gagal, atau
ideologi yang gagal.

Sementara itu, secara mikro atau peran aktor, dikelompokkan menjadi
enam pola: PKI dan Biro Khususnya, Klik AD, CIA/AS, Inggris-CIA,
Presiden Sukarno, dan tak ada pelaku tunggal (Bayang-Bayang PKI ;
ISAI, 1995). Terdapat pula analisis yang menyatakan keterlibatan
Soeharto (Wertheim; Latief, Hanafi). Pembahasan berikut akan
mengaitkan faktor mikro, khususnya Aidit, dengan strategi PKI dan
partai-partai komunis.

Strategi Komunis dan PKI
Mayoritas upaya perebutan kekuasaan oleh partai komunis dilakukan
dengan kekerasan dan dikategorikan menjadi empat pola (Cyril Black,
1964): "revolusi domestik" (Albania, RRT, Vietnam Utara, Yugoslavia,
Rusia; namun gagal antara lain di Jerman dan Hongaria 1919); "revolusi
dari luar (negeri)" (Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria,
Mongolia, Korea Utara, Polandia, Rumania; namun gagal di Polandia/
1920, Gilan/Iran, Finlandia/1939, Korea Selatan/1950); "revolusi dari
atas" (Kuba); dan "revolusi melalui pemilu" (Kerala/India, San
Marino/Italia, bukan tingkat nasional).

Selain itu partai komunis juga ikut dalam koalisi di Spanyol, Prancis,
Italia, Islandia, Cile, dan Guatemala. Setelah tahun 1964 terdapat
beberapa negara yang (sempat) menjadi komunis seperti Afghanistan,
Vietnam Selatan, dan Laos (dari luar dan dalam), dan Kamboja
(kombinasi atas/Sihanouk dan dari luar/RRT).

Saat itu PKI menerapkan strategi radikal dari dalam, yang mencakup
buruh, tani dan infiltasi tentara (Metode Kombinasi Tiga Bentuk
Perjuangan/MKTBP) dan mendapat tantangan dari pihak non-PKI. Upaya
melalui pemilu juga terhambat karena ditundanya pemilu. Sementara itu
revolusi dari luar agak sulit karena adanya "perang dingin" dan
Indonesia terpisah dari negara komunis walaupun ada tawaran bantuan
(senjata) dari RRT. Akhirnya, Aidit memilih "konflik elite" atau
revolusi dari atas, dengan membonceng Sukarno (Nasakom) setelah
mempelajari kasus Kuba dan Aljazair (Olle Tornquist, Dilemmas of Third
World Communism: The Destruction of the PKI in Indonesia, 1984).

Kasus Kuba menunjukkan bagaimana Castro yang awalnya bukan komunis
menggunakan partai komunis. Dalam kasus Aljazair, partai komunisnya
sebenarnya berkesempatan mengubah kudeta yang progresif (dari atas)
menjadi revolusi (dari bawah).

Peran Aidit
John Roosa dalam bukunya, Pretext for Mass Murder: The September 30th
Movement and Suharto's Coup d'Etat in Indonesia, 2006, menunjukkan
bahwa peran Aidit bukan hanya pasif namun sangat dominan. Tesis ini
sebenarnya telah dikemukakan dalam Nugroho Notosusanto dan Ismail
Saleh; "Buku Putih Orde baru", Tornquist; Brackman; dan pernyataan
Sudisman, Subekti, dan Munir di Mahmilub.

Demikian pula Sukarno dalam pidato "Pelengkap Nawaksara" menyatakan
Peristiwa G30S ditimbulkan oleh "keblingeran pimpinan PKI", selain
subversi "nekolim" dan "oknum-oknum yang tidak benar". Namun Roosa
mendukung tesisnya dengan berbagai sumber yang baru, yakni wawancara
dengan "Hasan" (nama samaran pimpinan PKI yang mengetahui Biro
Khusus), Iskandar Subekti (sekretaris pribadi Aidit), serta 30
informan termasuk beberapa rekan Aidit serta Syam. Selain itu Roosa
menggunakan sumber tertulis yakni "Tiga Faktor Penyebab G30S" oleh A
Karim DP (1999); Otobiografi "Hasan" (1998), dan "Dokumen Suparjo"
yang menurutnya dapat dipercaya karena telah dicek silang dengan
beberapa sumber.

Dalam buku tersebut Aidit dikatakan pernah membahas kudeta di Aljazair
di mana Kolonel Harri Boumediene menggulingkan Presiden Ben Bella pada
19 Juni 1965. Saat itu Aidit menyarankan agar partai komunis Aljazair
mendukung kudeta progresif tersebut menjadi revolusi.

Adanya "Dewan Revolusi" di Aljazair itu bahkan menjadi inspirasi Aidit
untuk diterapkan dalam kasus Indonesia. Sebenarnya inspirasi Kuba dan
Aljazair itu pernah dibahas secara singkat oleh buku Tornquist (1984)
namun tidak menjadi rujukan buku Roosa.

Dalam buku Roosa, Aidit dan kelompok kecilnya (Sudisman, Oloan
Hutapea, Lukman dan Rewang) sangat terlibat dalam rencana gerakan.
Dalam pertemuan mereka Aidit menyarankan pembentukan "Dewan Revolusi"
sebagai upaya Nasakomisasi yang terdiri dari militer dan tidak
mencerminkan PKI. Aidit menyatakan kudeta seperti di Aljazair tidak
akan mengubah perimbangan kekuasaan, namun hal itu akan dapat
meradikalisasi massa serta meningkatkan tuntutan (buku Tornquist).
Dalam rencananya, strategi Aidit tersebut membonceng Sukarno dan
akhirnya PKI diharapkan dapat berkuasa.

Peristiwa G30S
Berdasarkan berbagai data baru (Roosa) dan sumber lainnya dapat
direkronstruksi peran Aidit, strategi PKI, dan partai komunis. Pada
awalnya Aidit dan kelompok kecilnya membuat gerakan dari atas untuk
melumpuhkan pimpinan AD yang akan diikuti Dewan Revolusi guna
Nasakomisasi. Gerakan tersebut bersifat terbatas dan diharapkan
seperti "penyulut sumbu" (istilah Suparjo) yang akan menghasilkan
"bola salju" berupa Dewan Revolusi.

Lalu Syam melakukan kontak dengan kelompok militer di Jakarta dan juga
mengirim kurir ke daerah. Menjelang G30S, Latief mengontak Soeharto
dan menyatakan akan melakukan gerakan sehingga Soeharto dianggap
terlibat (Wertheim; Latief, Hanafi). Demikian pula Heru Atmojo mencari
informasi mengenai keadaan itu dan bertemu dengan Mayor Sujono dan
melaporkan pada pimpinan AURI sehingga mereka juga dianggap terlibat
(Atmojo). Selanjutnya terdapat upaya yang mencoba menyatakan Sukarno
juga sebenarnya mengetahui gerakan itu (Dake) pada 30 September malam,
karena mendapat surat dari Untung melalui Sersan Sogol (Cakrabirawa).
Namun Sogol dan Wakil Komandan Cakrabirawa Saelan membantahnya
(Saelan, 2001). Kehadiran Sukarno di Halim memang kebetulan karena
Suparjo dan kedua komandan batalyon justru mencarinya di Istana untuk
meminta dukungan.

Setelah gerakan penculikan dan pengumuman di RRI, Suparjo mengadakan
kontak dengan Sukarno dan pimpinan AURI untuk memperoleh surat
dukungan. Sukarno tidak mendukung gerakan bahkan memintanya
menghentikan konflik dan Suparjo diminta pendapat mengenai calon
pengganti Achmad Yani.

Namun, dalam pengumuman berikutnya Dekrit 1 (diketik Iskandar Subekti,
buku Roosa dan Atmojo) Aidit dan Syam yang berada di Halim
mendemisionerkan kabinet dan Dewan Revolusi menjadi pemegang
kekuasaan. Hal itu membuat Sukarno marah ketika di Halim dan pada
sidang Kabinet 6 Oktober di Bogor Sukarno membubarkan Dewan Revolusi
di daerah-daerah dan perintah itu disiarkan media tanggal 7 Oktober.

Aidit telah berupaya melakukan terobosan dan "berjudi" untuk merebut
kekuasaan ("revolusi dari atas") namun gagal. Kudeta dari atas yang
diharapkan akan diikuti revolusi dari bawah justru gagal dan hal itu
akhirnya menggagalkan juga upaya revolusi dari bawah.

Keadaan itu menjadi peluang emas bagi non-PKI yang bereaksi untuk
menghancurkan PKI yang telah memulai aksi "senam revolusi". Strategi
revolusi PKI yakni "polarisasi-kontradiksi-negasi" untuk menang total
akhirnya berubah menjadi kalah total.

Penulis adalah sosiolog FISIP-UI, Depok

Lemahnya Pengelolaan SDA

  • Pada prinsipnya kita memiliki keinginan yang sama agar rakyat menerima manfaat yg lebih besar dari Eksploitasi Sumberdaya alamnya, sebab yang dirasakan rakyat adalah ketidakadilan dalam pengelolaan SDA Yang katanya "sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat" tapi pada kenyataan nya tidak demikian.
  • Menurut penelitian sebuah jaringan kerja NGO international, Publish what you pay dan Ekstractif Industri Transparancy Iniative (EITI) Ada banyak negara dunia ketiga (miskin) termasuk Indonesia yang tidak mampu memanajemen sumber daya nya sehingga kondisi Rakyat dan negara nya tetap dalam kemiskinan. Mungkin satu contoh yang di angkat dalam film "Blood Diamond" situasi nyata yang di angkat dalam sebuah cerita fiksi tentang negara penghasil permata yang tidak pernah sepi dari peperangan saudara.
  • Tapi saya juga masih menangkap anggapan-anggapan yg miring menurut saya tentang "Kemakmuran" Ada yg menganalogikan kemakmuran dengan berdirinya "Sedikit" rumah-rumah mewah pengusaha pertambangan/perkebunan serta bersileweran mobil-mobil berkelas, tapi ada pula(termasuk saya) yang menterjemahkan kemakmuran dengan kemudahan publik mengakses sumber-sumber ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kepemerintahan yang baik dimana pelayanan yang dinikmati publik murah.
  • Apa hal yang saya ungkapkan bukan hal yang terlalu jauh ke depan, saya yakin apabila ada komitmen dari pemerintah, maka situasi ideal dimana pelayanan publik menjadi lebih baik akan dapat kita capai dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Dan masyarakat akan merasakan manfaat Eksploitasi SDA-nya. Tapi sudah barang tentu pejabat-pejabat daerah semestinya melepaskan "kepentingan-kepentingan" pribadinya atas Eksploitasi SDA.

Menurut saya problem yang dihadapi daerah:
  1. Tidak Transparannya pemerintah dalam memanajemen pemerintahannya. Publik tak pernah dapat mengakses secara terbuka berapa besar Income yang didapat APBD dari sektor Tambang dan digunakan untuk apa saja dana yg didapat tersebut, sehingga publik tidak dapat merasakan secara langsung manfaat dari Eksploitasi SDA didaerahnya.
  2. Lemahnya pengawasan pemerintah (atau dengan sengaja melemahkan diri ) terhadap Eksploitasi sumber daya alam. Inisiatif pemerintah daerah untuk memantau jumlah produksi perusahaan tambang pun tak pernah terungkap, seolah percaya begitu saja laporan perusahaan dan pemerintah pusat. Padahal untuk mengambil Inisiatif pengawasan adalah pemerintah.
  3. Tidak kuatnya komitmen masyarakat sipil (LSM,Ormas,tokoh masyarakat) sebagai energi pendorong. Kebanyakan kelompok masyarakat sipilnya berfikir untuk kepentingan pribadi dan kelompok,tidak berfikir untuk kepentingan yang jauh lebih besar. Pejabat birokrasi terkait pun punya kecenderungan memanfaatkan situasi kecenderungan pribadinya.
  4. Lemahnya posisi pemerintah (akibat melindungi bisnis para birokratnya) untuk menekan perusahaan agar memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah melalui kepemilikan saham di perusahaan Tambang.
  5. Lemahnya posisi pemerintah (dengan sebab yang sama) untuk menekan pemerintah pusat agar memberikan porsi bagi hasil yg lebih besar kepada daerah penghasil. Moratorium (Penghentian sementara) tambang merupakan bentuk tekanan kepada perusahaan tambang dan pemerintah pusat untuk memperbesar porsi bagi hasil ( sekarang daerah penghasil menerima manfaat tidak lebih dari 0,8 % dari dana royalti yg disetorkan pengusaha tambang.

Dari
denipositif(aktivis positif.Kalimantan)
--
admin
Gerakan Tilka Asyarotun Kaamillah
http://gerTAK.or.id | http://gerTAK.co.nr

6 Jul 2007

PASAL 9. PENUTUP

Memulai langkah yang berhidmat di balantika nusantara, memerdekan seluruh warga negara diatas puluhan ribu pulau, dengan suku, adat dan bahasa yang sangat kaya, merupakan amanat proklamasi yang memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Dalam perjalanan sejarahnya, bermunculan para pejuang yang tidak pernah berada dibarisan perjuangan kemerdekaan. Banyak diantaranya berlaku ambil untung secara sepihak, kemudian satu persatu telah diperhadapkan dengan hokum yang ditangani KPK dan badan-badan yang dibentuk Negara.

Ada apa di Indonesia yang dibangun dengan pengorbanan, cucuran keikhlasan, siap berkorban harta dan nyawa, kemudian menjadi kerdil, diam tatkala diperhinakan, rela diadu kayak domba-domba yang tersesat. Kenapa bangsa ini begitu cepatnya berubah dari kehidupan social yang santun dan ramah, menjadi beringas, lupa diri, suka mabok, dan untuk itu, nyawa manusia dianggap tidak punya harga.

Ternyata, bangsa Indonesia salah menempatkan cita rasa beragama, berbangsa dan bernegara. Proklamasi yang dikelola secara dramatis dalam seluruh perjalanan antara Krawang dan Bekasi, ditengah-tengaj suasana hati pemuda yang bergejolak itu, Sukarno-Hatta membacakan Teks Proklamasi di Pegangsaan Timur, Jakarta. Momentum sejarah pada tanggal 16 Agustus 1945, 17 Agustus 1945 dan 18 Agustus 1945 menjadi tonggak pancang sejarah yang menjadikan seluruh warga Negara dan bangsa Indonesia, sampai sekarang, berada diwilayah itu. Pernyataan Indonesia bagian timur yang penuh tuntutan paksa, sampai sekarang belum pernah tercermati. Disaat-saat tertentu, sampai hari ini permohonan paksa itu tetap menjadi tanda-tanda untuk Indonesia berada disana.

Indonesia yang satu dialam Bhinneka Tunggal Ika pada akhirnya kurang tersosialisasikan. Pernyataan yang menyatakan: "saya adalah warga Negara Republik Indonesia" masih ada yang tidak suka. Terdukung oleh masa mengambang selama 32 tahun di tangan Orde Baru yang dimotori oleh GOLKAR, telah terjadi banyak endapan. Adanya kekuatan besar yang mampu mengikat pada sisi-sisinya terlihat nyaman, tetapi api didalam sekam itu meledak dialam reformasi. Kemudian, pada saat reformasi dijadikan "kuda tunggangan", bangsa ini sudah dalam keadaan lesu darah. Sikap saling tidak percaya bermunculan. Senyatanya, ada pihak yang ambil untung.

Gerakan Tilka ‘Asyarotun Kamilah (GERTAK) ingin mengajak para penggagas kerukunan, "mutiara terpendam", muncul dan bangkitlah memberi warna "merah putih" di seluruh kawasan nusantara. Mandilah berkeringat untuk membangun Indonesia. Jadilah bunga-bunga patriot bangsa, tidak takut pada seluruh peluru imperilais, dalam segala bentuk. Kembalilah pada cita merdeka yang memerdekakan.

Kepalkan lagi tinjumu.
Bangun Indonesia.

PASAL 8. USAHA

  1. Melakukan koreksi total terhadap peradaban yang menjerumuskan manusia kelembah kehinaan dimata agama, adat istiadat dan budaya, utamanya pada kekebalan HAM sebagai tembok batas yang memberi kebebasan yang mematikan akal sehat;
  2. Mengumpulkan data-data penghianatan yang menjerumuskan manusia pada tindak pengingkaran atas adanya norma dan ajaran agama di Negara Yang Berketuhanan Yang Maha Esa, mengajak semua penganut agama untuk menjalankan ketaatan pada ajaran agamanya masing-masing;
  3. Memberikan dukungan pada pemerintah untuk melakukan kaji ulang terhadap hukum-hukum pertanahan, keabsahan hak milik, tanah wilayat dan tanah adapt, dan mengembalikan seluruh penguasaan hak atas tanah yang diambil secara paksa dan melawan hokum diseluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. Mencitrakan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bermartabat, mandiri diseluruh wilayah kekuasaan Negara, bersama rakyat mempertahankan seluruh kedaulatan, setiap saat siap bergabung dengan seluruh angkatan Indonesia Raya;

PASAL 7. PELAYANAN

  1. Sumber informasi media local, kerukunan antar umat beragama, pergaulan social, politik, ekonomi dan budaya yang memihak pada perbaikan hidup dan kehidupan di Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkeadilan dan mensejahterakan;
  2. Menyediakan tempat bagi pemikiran reformis, bebas yang berbatas, jujur yang berkeadilan dan beradab santun antar sesama, turut membangun Indonesia yang bermartabat;
  3. Menolak sikap anarkis, seluruh pemikiran yang tidak berimbang, menang-menangan, yang tidak memberi tempat pada pemikiran islahul ummah, dan atau pada seluruh model pemurtadan yang menghinakan di Negara Kesatuan Republik Indonesia
  4. Membangun kesetiakawanan social yang berwawasan lingkungan, tumbuh kembang dalam kewajaran, menolak kepalsuan serta penghianatan untuk tidak saling menyakiti;

PASAL 6. VISI MISI

Visi
Mencitakan Indonesia yang hidup rukun, aman dan damai pada semua alur kebutuhan dan kehidupan, menghentikan seluruh kejahatan dalam bentuk kejahatan sekecil apapun, menjadi warga yang taat beragama, berbangsa dan bernegara

Misi
Berlaku produktif dalam mengolah seluruh kekayaan bumi Indonesia Untuk itu mendorong pemerintah untuk berlaku adil dalam mengolah milik Negara, ditujukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, melalui pengawasan dan peradilan rakyat

PASAL 5. TUJUAN

  1. Mengajak seluruh warga Negara dan bangsa Indonesia untuk hidup rukun dan damai, syukur nikmah, bersikap santun dalam segala urusan, duduk bersama dalam menyikapi setiap masalah
  2. Mengundang para tokoh untuk tidak saling mendahului, saling mengungguli, baik dalam kata dan perbuatan yang mencerminkan Indonesia sekan terpecah terbelah-belah.
  3. 3. Memfasilitasi pihak yang berbeda tafsir dalam segala urusan untuk duduk dimeja runding, dalam upaya menghentikan seluruh bentuk perselisihan yang tidak perlu, dan meresahkan warga.

PASAL 4. FUNGSI

  1. Menjadi mediator dibidang "islahul ummah" dalam kapasitas "Islam agama rahmatan lil ‘alamin", cinta pada sesama dan kasih tanpa batas dalam karya " izzul Islam wal muslimun";
  2. Berhidmad disektor pengentasan kemiskinan akal serta fikir dalam membangun karakter, cita dan citra bangsa Indonesia dengan mendorong tumbuh kembangnya pendidikan sepanjang hayat, dan berdirinya sekolah-sekolah murah yang berkualitas di seluruh tanah air
  3. Memfasilitasi para tokoh untuk turun gunung, keluar dari ruang-ruang sempit, siap memberi warna dan pencerahan dibidang social, politik, ekonomi dan budaya, agar Indonesia bangun kembali pada khittah perjuangannya, membangun Indonesia diseberang jembatan emas
  4. Menggerakkan roda-roda keniscayaan kearah pencitraan diri, bebas dalam karya, terikat pada keluhuran budaya, adat istiadat, etika , moral dan agama yang menjadi soko guru pembangunan nasional, adil, jujur dan bermartabat

PASAL 3. TUGAS POKOK

Menelusuri jejak dan langkah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia untuk dijadikan rujukan gerak dan langkah kegiatan bela agama, nusa dan bangsa

Meneladani sikap dan prilaku tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan yang patut diteladani dalam rangka pemberian hormat serta santun bagi seluruh perintis yang jasa-jasanya dianggap cukup

Memberikan dukungan kepada siapapun yang aktivitas dan hidupnya disumbangkan untuk mempertahankan Republik Proklamasi 17 Agustus 1945 dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak di Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tunduk patuh pada kewajiban bela Negara sesuai dengan kesepakatan konstitusional yang menjadi kebutuhan nasional, cerdas, demokratis dan berwibawa diseluruh kepulauan nusantara

Memanjatkan puji syukur kepada Allah atas kasih sayang dan rahmat-Nya kepada seluruh warga Negara dan rakyat Indonesia, hidup Merdeka diatas bumi Indonesia yang subur, makmur serta berkeadilan, dan berdo'a agar cucuran rahmat itu tidak berganti dengan laknat.

PASAL 2. DASAR-DASAR HUKUM

  1. Dalam beragama merujuk pada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits, sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW "taroktu fikum amroinii" serta hukum-hukum yang menyertainya;
  2. Dalam berbangsa dan bernegara mengedepankan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika", pada falsafah Pancasila, dan UUD 1945, serta peraturan dan perundang-undangan yang menyertainya.
  3. Ketaatan pada Negara adalah ketaatan yang berimbang.

PASAL 1. MUKADIMAH

Berpihak dan memihak pada yang benar merupakan komitmen dasar sesuai dengan keyakinan yang diyakini. Keyakinan itu dapat bermula dari perorangan yang kemudian berubah menjadi keyakinan kelompok, berbangsa dan bernegara. Semestinyalah, kemerdekaan suatu Negara ditunjang oleh adanya cita-cita dan keyakinan bersama. Tanpa dasar itu, Negara akan lumpuh, tidak memiliki tenaga.

"Gerakan Tilka Asyarotun Kamilah" (GERTAK) bermula pada upaya kelompok masyarakat untuk mendukung pencalonan dan menetapkan pilihan pada Amin Rais-Siswono Yudhohusodo sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilihan Umum tahun 2004. Ada sepuluh rujukan yang memenuhi syarat kenapa lahir komitmen bersama, terdiri dari :

1. Karakter: Teguh pendirian, tegas dalam ucapan, tidak plin plan
2. Ilmuan dan cendekiawan: terdidik, professional dan lugas
3. Agama: seorang muslim yang taat dan sholeh
4. Sikap: tunduk pada setiap permusyawaratan perwakilan
5. Kepemimpinan: loyal, anti KKN, dan partisipatif
6. Identitas: cermin untuk semua, dan panutan
7. Keluarga: sejuk, rukun, dan penuh kasih saying
8. Pemihakan: santun pada yang lemah dan pihak yang teraniaya
9. Pengabdian: berpolitik secara bersih, adil dan berwibawa
10. Jenjang karir: terbentuk dari bawah, dan dipilih oleh rakyat

Setelah gugurnya pencalonan Amin - Siswono sebagai calon presiden dan wakil presiden, "gerTAK" mereposisi kegiatannya pada kegiatan yang bersifat universal, berbentuk kegiatan keummatan, kesholehan dan pengabdian kelompok pada kepentingan agama, nusa dan bangsa.
"gerTAK" sebagai gerakan menyertakan diri pada kegiatan social, ekonomi, politik dan budaya. Tidak ada keragu-raguan dalam memihak pada garis gerakan disektor ini. Karenanya, bagi siapapun yang memiliki karakter pemihakan dibidang tersebut kiranya dapat bergabung, menyumbangkan pemikiran, daya dan upaya, sepenuhnya disumbangkan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1965.

"Tilka Asyarotun Kamilah" merupakan 10 kebajikan yang terkait dengan pelaksanaan Haji/Umroh sesuai dengan firman Allah pada Surat Al-Baqarah, QS.2:196

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai ditempat penyembelihannya. Jika ada diantaramu yang sakit, atau ada gangguan dikepalanya (lalu ia bercukur) maka wajib atasnya berfid-yah. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umroh sebelum haji (didalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu, maka wajib berpuasa tiga hari didalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fid-yah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (disekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya

Perubahan "sepuluh hari yang sempurna" (Quran terjemah Departemen Agama) yang ada kaitan dengan fidiyah dan pengganti fidiyah, telah menjadi sumber infirasi atas penamaan "Gerakan sepuluh kebajikan" (Tilka ‘Asyarotun Kamilah). Pelaksanaan Haji/Umroh sepenuhnya menyertakan kegiatan fisik dan fisikis., lahir dan bathin. Badan yang kuat tangguh terdukung sikap moral, amalan dan do'a.

Lanjut ke Pasal 2


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Insurance News. Powered by Blogger