2 Okt 2007

Lemahnya Pengelolaan SDA

  • Pada prinsipnya kita memiliki keinginan yang sama agar rakyat menerima manfaat yg lebih besar dari Eksploitasi Sumberdaya alamnya, sebab yang dirasakan rakyat adalah ketidakadilan dalam pengelolaan SDA Yang katanya "sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat" tapi pada kenyataan nya tidak demikian.
  • Menurut penelitian sebuah jaringan kerja NGO international, Publish what you pay dan Ekstractif Industri Transparancy Iniative (EITI) Ada banyak negara dunia ketiga (miskin) termasuk Indonesia yang tidak mampu memanajemen sumber daya nya sehingga kondisi Rakyat dan negara nya tetap dalam kemiskinan. Mungkin satu contoh yang di angkat dalam film "Blood Diamond" situasi nyata yang di angkat dalam sebuah cerita fiksi tentang negara penghasil permata yang tidak pernah sepi dari peperangan saudara.
  • Tapi saya juga masih menangkap anggapan-anggapan yg miring menurut saya tentang "Kemakmuran" Ada yg menganalogikan kemakmuran dengan berdirinya "Sedikit" rumah-rumah mewah pengusaha pertambangan/perkebunan serta bersileweran mobil-mobil berkelas, tapi ada pula(termasuk saya) yang menterjemahkan kemakmuran dengan kemudahan publik mengakses sumber-sumber ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kepemerintahan yang baik dimana pelayanan yang dinikmati publik murah.
  • Apa hal yang saya ungkapkan bukan hal yang terlalu jauh ke depan, saya yakin apabila ada komitmen dari pemerintah, maka situasi ideal dimana pelayanan publik menjadi lebih baik akan dapat kita capai dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Dan masyarakat akan merasakan manfaat Eksploitasi SDA-nya. Tapi sudah barang tentu pejabat-pejabat daerah semestinya melepaskan "kepentingan-kepentingan" pribadinya atas Eksploitasi SDA.

Menurut saya problem yang dihadapi daerah:
  1. Tidak Transparannya pemerintah dalam memanajemen pemerintahannya. Publik tak pernah dapat mengakses secara terbuka berapa besar Income yang didapat APBD dari sektor Tambang dan digunakan untuk apa saja dana yg didapat tersebut, sehingga publik tidak dapat merasakan secara langsung manfaat dari Eksploitasi SDA didaerahnya.
  2. Lemahnya pengawasan pemerintah (atau dengan sengaja melemahkan diri ) terhadap Eksploitasi sumber daya alam. Inisiatif pemerintah daerah untuk memantau jumlah produksi perusahaan tambang pun tak pernah terungkap, seolah percaya begitu saja laporan perusahaan dan pemerintah pusat. Padahal untuk mengambil Inisiatif pengawasan adalah pemerintah.
  3. Tidak kuatnya komitmen masyarakat sipil (LSM,Ormas,tokoh masyarakat) sebagai energi pendorong. Kebanyakan kelompok masyarakat sipilnya berfikir untuk kepentingan pribadi dan kelompok,tidak berfikir untuk kepentingan yang jauh lebih besar. Pejabat birokrasi terkait pun punya kecenderungan memanfaatkan situasi kecenderungan pribadinya.
  4. Lemahnya posisi pemerintah (akibat melindungi bisnis para birokratnya) untuk menekan perusahaan agar memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah melalui kepemilikan saham di perusahaan Tambang.
  5. Lemahnya posisi pemerintah (dengan sebab yang sama) untuk menekan pemerintah pusat agar memberikan porsi bagi hasil yg lebih besar kepada daerah penghasil. Moratorium (Penghentian sementara) tambang merupakan bentuk tekanan kepada perusahaan tambang dan pemerintah pusat untuk memperbesar porsi bagi hasil ( sekarang daerah penghasil menerima manfaat tidak lebih dari 0,8 % dari dana royalti yg disetorkan pengusaha tambang.

Dari
denipositif(aktivis positif.Kalimantan)
--
admin
Gerakan Tilka Asyarotun Kaamillah
http://gerTAK.or.id | http://gerTAK.co.nr

1 comments:

andreas iswinarto mengatakan...

Selamat karena anda adalah sahabat bumi manusia. Silah kunjungi dan beri masukan atas Seri Artikel Orkestrasi Pergerakan untuk Indonesia Baru diblog saya. Salam hangat!

http://ruangasadirumahkata.blogspot.com/


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Insurance News. Powered by Blogger